PGI – Jakarta. Tahun 2014 adalah Tahun Politik,
sebab pada tahun ini akan berlangsung 2 (dua) Pemilihan Umum (Pemilu),
yaitu Pemilu Legislatif untuk memilih Anggota DPR, DPD dan DPRD pada 9
April 2014 dan Pemilu Presiden pada 9 Juli 2014. PGI sebagai lembaga
keumatan yang menaungi sebagian besar gereja-gereja di Indonesia,
menyampaikan Pesan Pastoral kepada segenap umat Kristen di Indonesia
agar berpartisipasi dalam Pemilu 2014. selengkapnya Pesan Pastoral dari
Majelis Pekerja Harian Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia sebagai
berikut:
Unduh Pesan Pastoral MPH-PGI untuk PilLeg 2014
Tolak Politik Uang, Pilihlah dengan Hati Nurani dan Jangan Golput!
Saudara-saudara Umat Kristiani di Indonesia,
Tahun 2014 adalah Tahun Politik, sebab pada tahun ini akan
berlangsung 2 (dua) Pemilihan Umum (Pemilu), yaitu Pemilu Legislatif
untuk memilih Anggota DPR, DPD dan DPRD pada 9 April 2014 dan Pemilu
Presiden pada 9 Juli 2014. Hasil kedua Pemilu tersebut akan mengganti
seluruh anggota parlemen dan mengganti Presiden dan Wakil Presiden kita.
Dalam menyambut dua peristiwa penting itu, maka ruang publik kita
selama tahun ini akan diisi oleh berbagai wacana dan informasi politik
untuk mewarnai dan memaknai pelaksanaan Pemilu 2014 ini. Tentu ada
wacana dan informasi yang membangun dan mencerdaskan, namun ada juga
yang bersifat pembodohan dan penggiringan opini. Karena itu, sebagai
warga negara, kita perlu lebih hati-hati dan cermat dalam mencerna semua
itu agar kita tidak terjerumus dalam pemaknaan yang keliru tentang
Pemilu. Kita hendaknya tidak mudah terpengaruh oleh bujuk rayu dan
pencitraan yang makin masif menghampiri kita.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Pemilu selalu menjadi
peristiwa penting yang menarik bagi setiap warga negara. Pemilu juga
selalu memiliki makna eksistensial bagi sebuah negara, sebab Pemilu
adalah mekanisme pendelegasian kedaulatan rakyat kepada mereka yang
hendak memegang kekuasaan di pemerintahan. Pemilu juga adalah mekanisme
pergantian pemegang kekuasaan secara periodik dan tertib. Dan dalam
konteks Indonesia yang majemuk, Pemilu juga menjadi penting sebagai
mekanisme pemindahan berbagai macam perbedaan dan pertentangan
kepentingan dari masyarakat ke dalam lembaga legislatif dan eksekutif
untuk dibahas dan diputuskan secara terbuka dan beradab. Dalam
pengertian ini maka Pemilu merupakan kanalisasi konflik dan perbedaan
yang ada dalam masyarakat. Dengan demikian, Pemilu tidak hanya sekedar
bahwa setiap warga negara akan secara langsung menyalurkan hak
politiknya untuk menentukan para pimpinan negara, tapi juga menjadi
momentum dimana rakyat menaruh harapan akan adanya perubahan dan
perbaikan kehidupannya ke arah yang lebih baik. Bahkan Pemilu bisa
menjadi alat kontrol dan kritik rakyat secara langsung bagi jalannya
kekuasaan pemerintahan.
Namun demikian, kami menyadari bahwa Pemilu tahun ini berlangsung
dalam suasana sosial politik yang sulit, yang membuat rakyat makin
pesimis dan apatis terhadap Pemilu itu sendiri. Korupsi berlangsung di
mana-mana, yang dilakukan oleh para pengurus partai politik, para
pejabat dan para pemimpin bangsa, yang dipilih dalam Pemilu. Para
pemimpin politik kita dengan rakus dan tanpa malu memanfaatkan posisi
istimewa mereka untuk mengeruk habis harta kekayaan negara bagi
kepentingan mereka sendiri dan partainya. Para anggota DPR pun lebih
banyak memperjuangkan kepentingannya sendiri dan kelompoknya, ketimbang
mendahulukan kepentingan rakyat banyak. Begitu pula, para pimpinan
lembaga eksekutif, lebih sibuk dengan urusan pribadi dan keluarganya
ketimbang mengurus rakyat. Semua ini berlangsung di depan mata rakyat,
seolah tak ada yang salah dan tanpa bisa dihentikan, minimal sebelum
pejabat bersangkutan masuk bui. Akibatnya rakyat menjadi kecewa, marah
dan muak dengan para politisi sehingga cenderung malas untuk
berpartisipasi dalam Pemilu. Situasi ini yang membuat mengapa
pembangunan demokrasi kita seakan berjalan di tempat dan sulit
mendapatkan makna substansialnya. Demokrasi kita dibajak oleh perilaku
korup dan rakus para elit politik.
Bersamaan dengan itu, muncul pula sejumlah pertanyaan elementer yang
terasa sulit untuk dijawab. Apakah sebenarnya demokrasi itu? Apa
pentingnya demokrasi bagi kita? Untuk apa kita berdemokrasi? Masih
adakah masa depan demokrasi di negeri yang pluralistik ini? Bagaimana
pula perspektif demokrasi (Pancasila) yang diharapkan? Kalau demokrasi
itu adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat,
mengapa kemudian rakyat dan warga masyarakat menjadi skeptis dan apatis
terhadap praktek berdemokrasi itu sekarang ini? Mengapa demokrasi tidak
menghasilkan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat? Mengapa tatanan
kehidupan politik nasional semakin diwarnai dengan kekerasan dan anarkis
dalam proses demokrasi sekarang ini? Apa yang salah dengan demokrasi
kita? Demikian juga, Pemilu sebagai salah satu elemen penting demokrasi
terasa seolah makin tak penting lagi. Kalau begitu, apa pentingnya
Pemilu bagi kita sekarang?
Mengapa Harus Memilih?
Dalam kondisi seperti itu, memang sangatlah sulit untuk meyakinkan
dan membangun optimisme rakyat untuk ikut berpartisipasi dalam Pemilu.
Namun demikian, kami merasa bahwa ikut berpartisipasi dalam Pemilu tetap
penting. Justru menjadi semakin penting di tengah apatisme rakyat yang
semakin tinggi. Karena itu, Sidang MPL PGI 2014 di Merauke, Papua,
menganjurkan agar warga gereja ikut secara aktif berpartisipasi dalam
Pemilu 2014 dan tidak “golput.” Setidaknya ada 4 (empat) alasan yang
bisa dikemukakan, yaitu:
- Dalam Sidang Raya PGI 1972 di Pematang Siantar, Sumatera Utara,
berdasarkan Lukas 4:18-19, gereja-gereja menegaskan bahwa “Injil adalah
‘Kabar Baik’ yang diperuntukkan bagi setiap orang. Injil yang konkrit
memasuki berbagai persoalan konkrit manusia. Gereja-gereja diajak dan
didorong untuk melibatkan diri dalam pembangunan nasional, sebab di
sanalah Kabar Baik didengar dan dirasakan, asal saja berbagai upaya itu
dilakukan dengan memperhatikan keadilan, martabat manusia, kesejahteraan
dan sebagainya. Manusia tidak boleh dikorbankan bagi pembangunan,
melainkan pembangunan untuk manusia. Itu berarti bahwa gereja-gereja
tidak boleh lagi mengurung dirinya dalam tembok-tembok gereja (ghetto).
Gereja harus memasuki seluruh bidang kehidupan, termasuk bidang
politik.” Sejak itu, gereja-gereja meyakini bahwa partisipasi warga
gereja dalam Pemilu merupakan wujud nyata tanggungjawab politik dalam
pembangunan demokrasi bangsa ini. Ikut memilih adalah bagian dari upaya
untuk menyampaikan Kabar Baik bagi bangsa ini. Karena itu, ikut memilih
tak hanya merupakan upaya untuk melaksanakan hak konstitusional sebagai
warga negara, tapi lebih dari pada itu merupakan tanggungjawab iman
sebagai warga gereja yang hidup di tengah-tengah bangsa ini.
- Pemilu adalah alat kontrol dan kritik terhadap kekuasaan. Karena itu, di dalam Pemilu terjadi apa yang disebut sebagai reward and punishment.
Rakyat akan menghargai dan mengapresiasi partai atau penguasa yang
dinilai sungguh-sungguh bekerja untuk mereka, dengan cara memilihnya.
Sebaliknya, rakyat akan menghukum partai atau penguasa yang tidak
bekerja secara baik bagi, oleh dan untuk mereka, dengan cara tidak
memilihnya. Karena itu, kami berharap bahwa dengan memilih kita akan
ikut menentukan arah perubahan bangsa ini ke depan.
- Sebagaimana kita ketahui dan alami bersama, partisipasi rakyat dalam
Pemilu cenderung menurun. Fenomena ini dapat saja kita maknai sebagai
kritik atau ekspresi kekecewaan masyarakat terhadap hasil Pemilu yang
ternyata tidak membawa akibat terhadap perbaikan kehidupan dan
kesejahteran rakyat serta terciptanya keadilan. Namun demikian, jika
kecenderungan seperti ini terus berlangsung maka akan mengurangi derajat
legitimasi substansial Pemilu yang secara langsung akan berimplikasi
terhadap kurangnya legitimasi moral dari pemimpin yang akan terpilih.
Kami merasa bahwa dalam konteks transisi demokrasi yang belum sempurna
ini, legitimasi legal-formal belumlah cukup, diperlukan juga legitimasi
moral. Legitimasi moral terhadap hasil Pemilu ini penting untuk
memberikan derajat kewibawaan yang cukup bagi para pemimpin yang akan
terpilih.
- Pemilu kita menggunakan sistem yang rumit, yaitu: proporsional
terbuka dengan suara terbanyak. Semakin rumit sebuah sistem Pemilu maka
semakin besar kemungkinan untuk melakukan kecurangan atau manipulasi
suara. Berdasarkan pengalaman pelaksanaan Pemilu di Era Reformasi,
tingginya angka golput sering menjadi modus kecurangan dan manipulasi
suara. Dalam hal ini, ikut memilih kita maknai sebagai upaya untuk
semakin menutup ruang kecurangan dan manipulasi suara.
Berdasarkan keempat alasan tersebut, PGI berpendapat bahwa menjadi golput adalah sikap yang tidak tepat saat ini!
Kalaupun saat ini dirasakan bahwa belum atau tidak ada partai (atau
calon) yang baik dan benar-benar dapat mewakili aspirasi masyarakat,
perlulah disadari bahwa kita berada dalam situasi
minus malum,
yaitu situasi dimana kita sulit menemukan atau bahkan tidak ada “figur”
yang baik dan bermutu. Karena itu, yang kita lakukan sekarang adalah
memilih “yang kurang buruk dari yang buruk’, sambil terus berdoa agar
terjadi “pertobatan politik” supaya hasil Pemilu 2014 dapat membawa
kebaikan bagi bangsa ini.
Seruan Pastoral PGI
Untuk itu, menghadapi Pemilu Legislatif yang akan berlangsung pada
hari Rabu, 9 April 2014 nanti, MPH PGI menyerukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Kepada Penyelenggara Pemilu
Kami menyadari bahwa tugas sebagai penyelenggara Pemilu bukanlah
tugas yang mudah. Kritik pedas dan kecaman keras bahkan caci maki harus
sering Anda alami dan rasakan. Tapi meski berat, ini merupakan tugas
yang mulia dan suci. Karena itu, tetaplah teguh dan sabar serta jangan
berputus asa! Terus berkomitmen melaksanakan tugas itu dengan baik dan
benar. Jangan tergoda oleh tawaran suap! Kedepankan integritas dan
moralitas Kristiani dalam melaksanakan Pemilu. Kami mendoakan agar Anda
dapat melaksanakan tugas dengan baik dan benar sehingga menjadi berkat
bagi bangsa ini.
2. Kepada Calon Anggota Legislatif
Kami menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang tinggi untuk
kesediaan Anda memberi diri menjadi Caleg dalam Pemilu 2014. Sebab kami
menyadari bahwa tidaklah mudah menjadi caleg dalam carut-marut politik
saat ini. Namun kami yakin bahwa pilihan itu merupakan wujud panggilan
iman Anda untuk membangun bangsa ini ke arah yang lebih baik. Ini
merupakan panggilan yang suci! Karena itu, kami berharap agar dalam
proses Pemilu Anda tetap santun, mengedepankan damai dan cinta kasih,
mengikuti aturan yang berlaku dan tidak melakukan politik uang. Jangan
menjual isu SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan) dalam kampanye
dan penggalangan dukungan, sebab itu akan semakin merusak NKRI. Jadilah
caleg yang berintegritas dan raihlah kemenangan dengan cara-cara yang
bermartabat dan terhormat! Sebab hanya dengan demikianlah Anda akan
menjadi Saksi Kristus yang baik bagi bangsa ini. Kami berdoa agar Anda
berhasil dalam Pemilu ini.
3. Kepada Pemilih
Kami menyadari bahwa tidaklah mudah menentukan siapa yang akan Anda
pilih dalam Pemilu 2014 ini. Bahkan Anda sendiri mungkin tidak
mendapatkan alasan yang cukup untuk datang memilih. Perilaku para elit
politik dan pejabat yang buruk mungkin membuat Anda kecewa dan tidak
melihat ada harapan. Banyaknya partai dan caleg yang ikut, serta
minimnya informasi tentang mereka yang bisa Anda dapatkan, makin membuat
persoalan tambah rumit. Jika Anda kecewa, tentu merupakan hal yang
wajar dan alami, bukan merupakan sesuatu yang keliru. Namun demikian,
kekecewaan itu justru harus menjadi energi posisif untuk memilih secara
cerdas berdasarkan hati nurani.
Janganlah cepat percaya dengan bujuk rayu partai dan para caleg
dengan berbagai cara dan siasat untuk mendapatkan dukungan Anda! Tapi
cermati dan telitilah komitmen dan kesungguhan mereka untuk
memperjuangkan kepentingan rakyat. Dan yang penting adalah tolaklah
politik uang!
Jagalah agar Pemilu 2014 ini berlangsung secara damai dan aman.
Berpartisipasilah dalam semua proses secara tertib dan santun agar
Pemilu dapat berjalan baik dan aman. Ikutlah terlibat dalam pengawasan
Pemilu untuk mengawasi kecurangan dan manipulasi yang seringkali terjadi
dalam setiap Pemilu, agar hasil Pemilu 2014 betul-betul merupakan
cermin pilihan rakyat. Kami berdoa untuk Anda semua!
4. Kepada Gereja-Gereja
Kami menyerukan agar dalam menyambut Pemilu 2014, gereja-gereja melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Ajak dan doronglah warga gereja untuk menggunakan hak suaranya dalam Pemilu nanti.
b. Lakukanlah pendidikan politik kepada warga jemaat
agar mereka paham tentang hak dan kewajiban mereka dalam Pemilu serta
mengapa mereka harus berpartisipasi dalam Pemilu. Dalam rangka
pendidikan politik ini, lakukan juga kampanye menolak politik uang dan
suap dalam Pemilu.
c. Jangan jadikan gereja sebagai arena kampanye partai
dan caleg. Tidak saja karena hal itu merupakan pelanggaran terhadap
aturan Pemilu, melainkan karena hal itu bisa mengganggu keharmonisan
kehidupan persekutuan dalam gereja. Tapi didiklah para caleg agar
menjadi caleg yang bermoral baik, berkualitas, patuh aturan dan menjauhi
politik uang.
d. Bersikaplah netral atau tidak memihak kepada partai
atau caleg tertentu! Jika ada warga jemaat yang menjadi caleg, tetaplah
perlakukan dia seperti jemaat pada umumnya. Namun, fasilitasi komunikasi
dan pertemuan antara jemaat dengan semua caleg dari berbagai macam
partai yang ada di jemaat Anda secara proporsional dan tidak melanggar
aturan yang berlaku.
e. Lakukanlah pengawasan proses Pemilu untuk meminimalisasi pelanggaran dan manipulasi hasil Pemilu.
Pedoman Memilih dalam Pemilu 2014
Pada bagian akhir Pesan Pastoral ini, kami ingin memberikan pedoman
untuk memilih kepada warga gereja yang telah memiliki hak pilih dalam
Pemilu nanti. Pedoman ini berisi prinsip-prinsip moral Kristiani untuk
warga gereja dalam rangka berpartisipasi dalam Pemilu 9 April 2014
nanti. Sebagai berikut;
- Jangan Memilih Berdasarkan Agama! Salah satu persoalan pelik
bangsa kita saat ini adalah menguatnya sektarianisme dan fanatisme atas
dasar agama. Politisasi agama dalam Pemilu pun sangat kental dengan
nuansa tersebut. Kita tidak ingin Pemilu menjadi ajang untuk semakin
melestarikan atau memperkuat sektarianisme dan fanatisme ini. Pemilu
harus kita maknai sebagai momentum untuk semakin memperkuat komitmen
untuk memperkokoh NKRI. Karena itu, dalam memilih berilah penilaian
berdasarkan kapasitas, kualitas dan rekam jejak figur, bukan berdasarkan
agama. Memilih berdasarkan agama berarti kita memberi sumbangan
terhadap keruntuhan NKRI di masa depan.
- Jangan Pilih Partai dan Caleg yang Korupsi! Korupsi merupakan
persoalan bangsa yang sangat akut. Karena itu, kita tak ingin parlemen
kita nanti dihuni oleh partai dan orang-orang yang bermental korup dan
tamak. Kita berharap Pemilu 2014 menjadi momentum untuk memutus mata
rantai korupsi. Pemilu 2014 harus kita maknai sebagai hukuman terhadap
praktek korup yang dilakukan partai dan caleg di masa lalu.
- Jangan Pilih Partai dan Caleg yang Melakukan Politik Uang!
Salah satu persoalan Pemilu kita saat ini adalah maraknya politik uang.
Sebagaimana pengalaman dalam Pemilu sebelumnya, politik uang akan makin
marak di masa kampanye dan masa tenang. Politik uang adalah salah satu
mata rantai korupsi. Karena itu, kita yakin bahwa partai atau caleg yang
melakukan politik uang akan terlibat korupsi ketika menduduki jabatan
di parlemen. Dan tentu, kita tidak ingin Pemilu 2014 menghasilkan
koruptor baru.
- Jangan Pilih Partai dan Caleg Pelanggar Aturan! Salah satu
tugas parlemen adalah membuat aturan (Undang-undang). Dan berdasarkan
evaluasi terhadap kinerja legislasi parlemen menunjukkan bahwa kualitas
dan kuantitas regulasi yang dihasilkan DPR cenderung rendah. Hal itu
ditunjukkan dengan banyaknya UU yang digugat dan dikabulkan gugatannya
di Mahkamah Konstitusi (MK). Faktanya bahwa dalam Pemilu banyak partai
dan caleg dengan sengaja melanggar aturan kampanye. Perilaku seperti ini
kita nilai kurang baik jika dihubungkan dengan tugas yang akan diemban
sebagai pembuat aturan. Karena itu, kita ingin parlemen nanti akan
dihuni oleh orang-orang yang bermartabat dan berintegritas.
- Pilihlah Partai, Baru Calegnya! Pemilu kita menggunakan
sistem proporsional terbuka dengan penentuan kursi berdasarkan suara
terbanyak caleg. Yang penting kita ketahui adalah dalam sistem
proporsional yang menentukan adalah partai, bukan caleg. Para caleg
hanyalah alat partai untuk meraup suara sebanyak mungkn demi memenangkan
Pemilu. Sebab setelah terpilih semua caleg harus tunduk pada garis
kebijakan perjuangan partai. Dalam konteks seperti ini, bagaimana pun
baiknya dan hebatnya seorang caleg, tapi kalau dia berada di dalam
partai yang tidak baik, maka perjuangannya akan sia-sia. Karena itu,
dalam memilih, pilihlah lebih dulu partai, lalu tentukan calegnya.
- Pilihlah yang Memiliki Komitmen Memperjuangkan Kebebasan Beragama!
Sebagaimana kita ketahui, persoalan kebebasan beragama beberapa tahun
terakhir ini semakin memprihatinkan. Padahal kemajemukan agama adalah
salah satu warisan bangsa yang sangat berharga. Dan kalau kecenderungan
seperti ini terus dibiarkan, maka ini merupakan ancaman terhadap NKRI.
Karena itu, kita berharap parlemen kita nanti akan diisi oleh partai dan
oang-orang yang memiliki komitmen yang sungguh-sungguh dalam
mempertahankan kebebasan beragama di negeri ini.
- Pilihlah yang Memiliki Komitmen untuk Membela Rakyat Miskin dan Tertindas!
Persoalan rakyat miskin dan tertindas selalu menjadi duri dalam
capaian-capaian pembangunan bangsa kita saat ini. Pasalnya, isu ini
seringkali tidak menjadi pertimbangan utama dalam rangka melaksanakan
pembangunan. Karena itu, secara nyata kita melihat semakin lebarnya
kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin. Begitu juga, rakyat
tertindas semakin sulit untuk mendapatkan keadilan. Seiring dengan itu,
perhatian para elit politik terhadap orang miskin dan tertindas makin
kecil dan cenderung tak tulus sebab bagian dari pencitraan. Untuk
mengatasi hal itu, kita membutuhkan pemimpin yang sungguh-sungguh mau
memperjuangkan kepentingan rakyat miskin dan tertindas tersebut.
- Pilihlah yang Memiliki Komitmen terhadap Perjuangan Perempuan!
Persoalan perempuan harus terus menjadi perhatian kita. Ketertinggalan
dan keterbelakangan perempuan serta akses ke ruang publik yang masih
sangat terbatas membutuhkan komitmen perjuangan yang sungguh-sungguh.
PGI sejak lama dan sampai saat ini punya komitmen iman untuk
memperjuangankan persoalan yang dihadapi perempuan. Karena itu, agar
perjuangan perempuan bisa lebih efektif, maka kita membutuhkan figur
yang tidak sekadar punya komitmen, tapi juga yang memiliki pemahaman dan
perspektif baik tentang kesetaraan jender, untuk duduk di parlemen.
- Pilihlah yang Jujur dan Santun! Dunia politik penuh dengan
kebohongan dan ketidaksantunan. Para politisi kita juga mudah sekali
tersulut emosi dan melakukan kebohongan dengan menebar janji-janji
palsu. Karena itu, cermatilah politisi jenis ini dan jangan memilih
mereka! Ke depan, kita membutuhkan politisi yang jujur dan santun dalam
berkomunikasi dengan rakyat.
- Pilihlah yang Memiliki Komitmen memperjuangkan Pelestarian Lingkungan.
Dunia yang kita diami ini kini telah terancam oleh kehancuran dalam
berbagai bentuk bencana karena keserakahan manusia dan pembangunan yang
tidak memperhatikan kelestarian alam. Olehnya, pilihlah partai dan caleg
yang memiliki komitmen untuk memelihara kelestarian alam.
Di atas semuanya itu, kami mengajak Anda semua untuk
Memilih dengan Hati Nurani!
Hati nurani diyakini sebagai tempat “Roh Allah” berdiam dalam diri
setiap orang. Karena itu, hati nurani tidak pernah bohong. Untuk itu,
gunakan hati nurani Anda dalam menentukan pilihan nanti. Jangan
terpengaruh, terlibat atau bahkan melibatkan diri dalam politik uang!
Sebab itu berarti Anda menggadaikan hati nurani Anda.
Demikianlah, Saudara-saudara Umat Kristiani di Indonesia, Pesan
Pastoral MPH PGI ini. Semoga membawa berkat dan kebaikan bagi bangsa
ini! Amin.
Jakarta, 10 Februari 2014
Atas nama
MAJELIS PEKERJA HARIAN
PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA
Pdt. Dr. A. A.Yewangoe Pdt.Gomar Gultom, M.Th.
Ketua Umum Sekretaris Umum